PPG, Sebuah Komitmen yang Harus Dituntaskan untuk Menjadi Guru Profesional

Formasi Lengkap Pertama

Awal Kisah

 Mampu menyelesaikan salah satu proses pendidikan adalah kebahagian dan kebanggaan bagi tiap individu yang melakoninya, begitupun dengan saya. Saya sangat bahagia mampu merampungkan perkuliahan Pendidikan Profesi Guru (PPG) selama setahun bersama dengan teman-teman di LPTK Universitas Mulawarman, Samarinda.

Menjadi bagian dari proses ini adalah sebuah hal yang amat berkesan pun penuh dengan perjuangan. Masih jelas tergambar ketika pertama kali saya membulatkan tekad untuk mengikuti program SM3T (Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal) pada tahun 2016. Proses pendaftaran sampai pra-kondisi saya jalani dengan berliku, begitupun ketika harus diterjunkan menjadi pendidik di sebuah daerah yang masuk sebagai kawasan 3T di pelosok Merauke, Papua selama setahun. Berjibaku dengan semua masalah dan tantangan yang timbul di lapangan yang terkadang harus dihadapi dengan penuh senyuman walaupun terkadang hati menangis. Namun perjuangan itu tidak boleh terhenti di titik itu, karena sebuah komitmen yang telah dibangun sejak awal harus memang dituntaskan sampai akhir. 

Pun setelah kembali dari daerah pedalaman dengan segala cerita yang ada di genggaman bukan berarti semuanya selesai, masih ada sebuah proses yang harus dijalani, yaitu kuliah PPG. Setelah beristirahat selama kurang lebih 4 bulan lamanya, saya pun kembali harus mengangkat koper dan berpindah ke tempat yang baru. Pada awal 2018, saya kembali meninggalkan kota Makassar untuk menjalani kehidupan baru di pulau seberang, tepatnya kota Samarinda, Kalimantan Timur.

Di kota tepian Mahakam inilah saya bersama ke 76 orang lainnya yang juga memiliki asa yang sama yaitu lulus kuliah dengan menyandang predikat baru sebagai guru profesional selama setahun ke depan, di sinilah perjuangan itu di mulai. Tinggal di sebuah asrama yang mengumpulkan kami yang berasal dari beragam daerah adalah hal yang menyenangkan pun terkadang memunculkan konflik-konflik kecil yang mengundang muka masam kami ketika bertemu di koridor namun hanya beberapa saat kamipun akan kembali tertawa, sebuah dinamika hidup berkelompok yang tak bisa dielakkan. 

 Tantangan yang datang silih berganti
Proses perkuliahan PPG pasca SM3T ini sangat menantang dan berliku, ada beberapa item kegiatan yang kudu dan wajib kami tuntaskan dalam prosesnya, yaitu:

1.      Lokakarya ( Workshop)

Ini menjadi rangkaian pertama setelah penerimaan kami secara resmi oleh pihak LPTK UNMUL. Di dalam tahapan ini, kami dikumpulkan bersama dengan teman-teman dari latar belakang jurusan yang sama. Saya yang berasal dari jurusan Pendidikan Bahasa Inggris pada saat itu belajar bersama dengan 19 orang lainnya di dalam sebuah ruangan kelas untuk kemudian menjalani perkuliahan selama 6 siklus ( 1 siklus terdiri dari 2 pekan tatap muka). 
Pada setiap siklus kami dipandu oleh 2 orang dosen yang membimbing kami membuat sebuah perangkat pembelajaran mulai dari merumuskan indikator sampai membuat sebuah skenario pembelajaran lengkap  yang kemudian akan kami tampilkan dalam sebuah peer-teaching yang akan dihadiri oleh guru-guru SMP dan SMA yang nantinya akan menjadi guru pamong kami ketika kami terjun ke lapangan pada proses selanjutnya.


Pembelajaran dalam Workshop
Pada workshop ini kami dituntut untuk betul-betul mampu memahami dan membuat sendiri perencanaan pembelajaran yang akan kami bawakan nantinya. Dengan waktu yang begitu panjang dan kegiatan yang terkadang monoton selama berbulan-bulan, perasaan malas dan lelah itu kadang-kadang muncul juga, kritik yang diberikan serta beberapa kali benturan yang terjadi di antara kami dan instruktur pun juga menjadi warna-warni tersendiri pada fase ini.

Akhir sebuah siklus, bersama instruktur dan guru pamong
Namun bagi kami, khususnya saya yang pada awalnya memang sangat awam dengan proses pembelajaran di sekolah formal, sedikit demi sedikit mulai memahami bagaimana tuntutan kurikulum, khususnya K13 itu diturunkan ke dalam bentuk yang lebih sederhana yang kemudian di sampaikan ke ruang-ruang kelas. Bagaimana seorang guru dituntut harus memahami betul apa yang akan diajarkannya dan bagaimana ia mampu menjadi guru yang kreatif dan tidak membosankan di dalam proses belajar mengajar. Kemudian setelah kurang lebih 1 semester, kegiatan ini berakhir dan kami pun memasuki fase selanjutnya.


2.      PPL (Praktik Pengalaman Lapangan)
Pada fase ini kami disebar ke 8 sekolah mitra dan akan menjadi guru di sana selama kurang lebih 4 bulan. Saya bersama 23 orang lainnya ditempatkan pada SMA Negeri 5 Samarinda dan mengajar pada 2 kelas yaitu kelas X MIPA 5 dan X MIPA 6.
Bubuhan PPG  SMALA Samarinda+ PPL
Tantangan pertama yang saya dapatkan ketika itu adalah saya bersama teman-teman harus membuat ulang perangkat mengajar kami dari awal karena mata pelajaran yang akan kami ampu bukanlah bahasa Inggris Wajib tapi bahasa Inggris Sastra yang notabene agak berbeda dengan selama ini kami kaji dalam kegiatan workshop. Namun dengan kerjasama kami serta bimbingan dari guru pamong yang sangat telaten dan sabar membantu, kami bisa merampungkan perangkat tersebut tepat pada waktunya.



Tantangan selanjutnya yaitu bagaimana kami selaku guru mampu membawakan mata pelajaran dengan tepat dan efektif. Hal ini selalu menjadi momok yang cukup untuk mengucurkan bulir-bulir keringat setiap kali saya memasuki kelas. Ditambah lagi, kelas yang diampu sangat ramai dan terkadang suara-suara saya hanya menjadi angin lalu bagi para murid. Saya juga harus betul-betul sabar dalam menghadapi remaja tanggung seperti mereka dengan segala pola tingkah yang terkadang ajaib dan membuat saya harus banyak-banyak beristigfar. 
Namun di balik itu, mereka sebenarnya adalah anak-anak yang baik dan antusias. Mereka punya cara sendiri untuk mengekspresikan diri di dalam kelas. Saya selalu bersemangat ketika mereka melontarkan kesulitan-kesulitan mereka dalam belajar atau bagian mana yang belum mereka pahami. 
Menjadi bagian sekolah ini selama 4 bulan adalah sebuah tantangan, saya dan teman-teman harus mampu membawa diri pada semua warga sekolah, baik kepala sekolah, para guru, staFf dan para murid. Kami dituntut untuk menjadi role model bagi siswa, sehingga segala tindak –tanduk kami harus betul-betul diperhatikan karena nantinya kami akan menjadi seorang guru professional yang akan mengabdi di satuan unit kerja, sehingga PPL ini adalah ajang latihan pertama bagi  kami.

3.      Kegiatan Ekstrakurikuler Wajib

Pendidikan Profesi Guru pasca SM3T sedikit berbeda dengan format PPG lainnya. Karena adanya beberapa item kegiatan ekstra yang juga menjadi hal wajib untuk kami ikuti. Kegiatan itu seperti KMD ( Kursus Mahir Dasar) Pramuka yang kami terima dari Kwarcab atau Kwarda setempat. Sehingga diharapkan ketika terjun ke sebuah sekolah kami bisa menjadi Pembina pramuka dengan segala bekal Kepramukaan yang telah kami terima. Kemudian ada Bela Negara, kuliah Wawasan Kebangsaan, kuliah Keagamaan, Seminar Pendidikan,  dan kegiatan jelajah alam yang kesemuanya ditujukkan untuk membentuk kami menjadi seorang sosok guru yang betul-betul siap secara jasmani dan rohani.
Siap kakak Pembina!



4.      Fase Ujian ( UTL, UKIN, UKM PPG)

Setelah menyelesaikan masa PPL 4 bulan di sekolah, tibalah kami menjalani beberapa ujian yang harus dilewati, dimulai dengan Ujian Tulis Lokal. Dalam ujian ini kami harus menjawab soal-soal yang telah disediakan oleh LPTK sesuai dengan acuam dari kementrian.
Kemudian di akhir PPL, kami harus melalui UKIN atau Uji Kinerja. Pada ujian tersebut kami harus mempersiapkan perangkat ajar lengkap yang kemudian akan kami tampilkan di depan dosen dan guru penguji dalam kelas yang biasa kami ampu selama 2 jam pelajaran. Terbayang kan groginya?
UKIN ini bisa sangat berpengaruh pada kelulusan kami tergantung nilai yang diberikan oleh para penguji. Oleh karena itu kami betul-betul mempersiapakan semuanya dengan maksimal.
Kemudian ujian pamungkasnya adalah UTN atau Ujian Tulis Nasional yang diadakan serentak oleh seluruh LPTK se-Indonesia. Ujian ini memiliki standar nilai tertentu yang harus dilalui, pada tahun 2018 ini, standar nilai kelulusan UTN adalah 76. Soalnya pun tidak main-main karena disiapkan langsung oleh tim khusus kementerian dan penjaminan mutu lulusan PPG dari pusat. Sehingga untuk mendapatkan kata LULUS, dibutuhkan kerja keras dan usaha siang-malam yang harus kami lakukan.  
Dan pada saat pengumuman kami dinyatakan belum lulus, kami harus mengikuti ujian ulang yang biasanya dilakukan beberapa pekan setelah ujian pertama. Sayangnya untuk tahun 2019 ini, ujian ulang tidak lagi gratis bagi PPG Pasca SM3T, semuanya sudah berbayar, berbeda dengan angkatan-angkatan sebelumnya.
Dengan ketidaklulusan pada UTN itu, otomatis asa kami untuk mendapatkan gelar guru professional di belakang nama kami harus tertunda beberapa saat sampai kami dapat melampaui nilai ambang batas yang telah ditentukan.

Finally, 

Nah, itulah gambaran singkat tentang perjuangan saya dan teman-teman dalam sebuah proses bernama PPG. Perjuangan yang tidak kalah pelik daripada masa penugasan di daerah 3T. Bagi saya, PPG adalah sebuah proses untuk memenuhi sebuah komitmen yang sudah saya pilih dari awal untuk terjun menjadi bagian dari gerakan MBMI (Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia). Jika dalam penugasan di 3T kita belajar untuk mengolah empati, simpati dan raga kita , maka PPG adalah sebuah proses untuk mengolah ilmu pengetahuan kita secara profesional. 
Keduanya saling melengkapi dan saling mendukung untuk menciptakan sosok guru profesional yang dianggap mampu mengedukasi,memperdayakan, membimbing sekaligus menginspirasi di manapun ia berada dalam perjuangan untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya kepada masyarakat dan Negara.
Formasi  Terakhir (Kurang banyak)





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Mengurus SKCK di Luar Domisili KTP

Ketika Wanita Tercinta Memulai #AyoHijrah bersama Bank Muamalat Indonesia

Perempuan Menawan di Tengah Padang Savana