Kebijaksanaan, Tameng Seorang Guru Dalam Pusaran Teknologi
Dokpri: Peer Teaching oleh Mahasiswi PPG |
Di abad
21, teknologi terus mengalami kemajuan yang semakin pesat. Berbagai macam
piranti tercipta, piranti yang bahkan hanya pernah menjadi angan-angan bagi
orang-orang yang hidup beberapa puluh tahun yang lalu. Kemajuan teknologi ini
juga memberikan pengaruh yang luar biasa pada bidang pendidikan, khususnya di
dalam proses belajar mengajar.
Mundur ke
beberapa dekade lalu, di mana ayah dan ibu kita hanya menggunakan batu tulis
dan kapur sebagai media pembelajaran di kelas atau mungkin sedikit bergeser
pada Generasi Milenial yang lahir antara tahun 80 dan 90-an yang pastinya
sangat akrab dengan tumpukan buku catatan dan alat tulis lainnya.
Hal yang
berbeda justru terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini, para pelajar dari
setiap jenjang pendidikan, para guru, praktisi pendidikan yang lain serta orang
tua sudah tidak asing lagi dengan berbagai macam perangkat digital, tidak lagi
sekadar OHP. Tapi mereka sekarang
sudah akrab dengan tampilan-tampilan presentasi canggih yang dikemas dengan
apik dalam berbagai software
presentasi yang tersedia.
Di
samping kertas-kertas dan alat tulis yang mulai digantikan dalam bentuk
digital, muncul pula beragam sumber belajar baru yang banyak digunakan sebagai
bahan rujukan bagi para guru dan peserta didik dan tak lagi melulu menjadikan
buku pegangan atau guru sebagai sumber belajar utama di dalam kelas seperti
yang dilalui oleh orang-orang tua kita terdahulu. Contohnya Google yang
menyediakan berbagai informasi yang Anda butuhkan atau Youtube sebagai penyedia
berbagai macam video yang bisa diakses secara bebas hanya dengan bermodalkan
internet.
Keberadaan
sumber-sumber informasi baru ini adalah hal yang sangat disyukuri oleh para
penggiat pendidikan ataupun masyarakat pada umumnya. Para siswa mampu mencari
tahu lebih dalam tentang informasi apapun dengan berselancar di Google atau
mengakses berbagai video pendukung melalui Youtube dengan lebih cepat. Para
guru juga lebih mudah dalam mendapatkan berbagai macam bahan ajar yang dibutuhkan.
Semua berjalan begitu cepat dan hanya berlangsung dalam hitungan detik.
Namun
perlu disadari bahwa segala sesuatu selalu memiliki dua sisi yang berbeda, baik
dan buruk, hitam dan putih, serta negatif dan positif; begitu pula dengan
teknologi. Keberadaan sumber-sumber belajar yang bisa diakses hanya dengan
sebuah ketikan jari bisa menjadi senjata makan tuan. Maraknya fenomena plagiarisme yang sering ditemukan dalam
ruang-ruang belajar, banyaknya pelajar yang mengakses tayangan atau informasi
berkonten dewasa, serta maraknya tindakan bullying
yang sering terjadi di media sosial dan tindakan penyalahgunaan teknologi yang
lain adalah fakta-fakta yang tidak terbantahkan tentang massifnya ancaman
negatif dari teknologi itu sendiri.
Source: Google |
Untuk
menangkal berbagai ancaman ini maka dibutuhkan kerja sama yang sinergis antara
para guru, orang tua, dan siswa dalam bentuk pengawasan dan pendampingan dalam
pemanfaatan teknologi dalam belajar. Teknologi seperti internet adalah ancaman
yang sangat serius, mengingat tidak adanya
filter dalam penyebaran informasinya, baik dan buruk semua tercampur
menjadi satu sehingga sebuah sikap selektif memang harus dimiliki oleh kita
semua untuk lebih jeli dalam memilih dan memilah konten yang sesuai dengan
proses pembelajaran yang ingin diaplikasikan di kelas.
Dengan
bersikap selektif dan bijaksana dalam menggunakan teknologi di dalam ruang
kelas, guru dan para peserta didik bisa mencapai hasil belajar yang lebih
maksimal proses belajar yang berlangsung akan lebih inovatif, dan variatif. Seperti
dalam pembelajaran bahasa Inggris, para siswa dan guru menggunakan beberapa
saluran Youtube sebagai rujukan untuk mendapatkan materi ajar yang labih
autentik namun tetap kontekstual.
Salah
satu contoh metode pembelajaran yang sedangn banyak digalakkan adalah Flipped
Classroom yang digadang-gadang ‘membalikkan’ model pembelajaran tradisional, di
mana biasanya tugas diberikan oleh guru dan siswa diminta untuk
menyelesaikannya di rumah. Namun hal yang sebaliknya diterapkan dalam model ini
di mana siswa diberikan video-video rujukan tentang materi ajar yang akan
dibahas dan diminta untuk menonton video tersebut di rumah. Baru pada keesokan
harinya, mereka saling berdiskusi dan dan berbagi ide tentang informasi yang berhasil
mereka dapatkan dari video yang telah mereka tonton. Sehingga metode
pembelajaran ini bersifat lebih interaktif dan berfokus pada bagaimana upaya
guru mengaktifkan para siswa untuk berani mengungkapkan gagasan mereka sendiri.
Source: Google |
Gambaran
di atas adalah sebuah contoh pengoptimalisasian teknologi di dalam ruang-ruang
belajar yang hanya akan bekerja secara efektif jika para guru telah cakap dan
akrab dengan teknologi itu sendiri. Sehingga mereka mampu mempersiapkan segala
piranti pendukung yang dibutuhkan.
Selain
metode pembelajaran Flipped Classroom ada banyak lagi metode-metode belajar
inovatif lain yang lahir dan berkembang seiring dengan pesatnya kemajuan
teknologi. Selain dibutuhkan kecakapan untuk bekerja dengan teknologi, hal lain
yang harus dimiliki oleh seorang pendidik adalah kemampuannya untuk menjadi
fasilitator, pembimbing, pengarah, pengawas
bagi para siswa dalam proses pembelajaran.
Sebagai
kesimpulan, kita sebagai seorang pendidik harus bijaksana dan memiliki pikiran
terbuka bahwa teknologi adalah sebuah kelaziman bahkan sebuah kebutuhan yang
keberadaannya sudah tidak bisa dielakkan dalam proses belajar masa kini.
Sehingga membatasi bahkan melarang para siswa untuk berinteraksi dengan
teknologi adalah sebuah pilihan yang kurang bijak untuk dilaksanakan.
Source: Google |
Hal yang
bisa kita lakukan sebagai seorang guru adalah membebaskan mereka untuk memilih
apa yang mereka sukai dan apa yang ingin mereka kembangkan. Tugas kita sebagai
seorang guru sekaligus sebagai orang tua hanyalah sebagai pengarah dalam proses
memilih itu. Biarkan mereka berkembang secara kreatif, karena setiap anak punya
caranya sendiri untuk menjadi lebih baik.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan Tinggalkan Jejak Anda