Berbicara tentang Indonesia, berarti berbicara tentang
beragam kekayaan alam yang melimpah. Dari gugusan pulau-pulau yang terbentang
dari Sabang sampai Merauke, bentukan alam yang beraneka ragam, pesona alam,
budaya serta masyarakatnya yang selalu mengundang decak kagum maka tidak salah
rasanya menjuluki Indonesia sebagai salah satu ‘ Surga Wisata Dunia’.
Salah satu pesona kekayaan alam Indonesia yang patut kita
jelajahi yaitu Merauke. Kabupaten yang terletak di paling ujung timur ini
terdapat di provinsi Papua. Jika dilihat dari peta, letak Merauke berada di
bagian kaki pulau Cendrawasih. Merauke pernah menjadi kabupaten terluas di
Indonesia timur, sebelum dimekarkan menjadi beberapa kabupaten , seperti Mappi,
Agats, Boven Digoel dan beberapa lainnya.
|
Pantai Domande, Merauke |
Di provinsi
Papua, Merauke menjadi salah satu kabupaten yang telah berkembang, terlihat
dari sudah tersedianya fasilitas-fasilitas pendukung, seperti bandara yang
telah beroperasi untuk mendukung mobilitas dari dan ke dalam Merauke. Penduduk
asli di Merauke adalah suku Marind, namun selain suku Marind terdapat pula
suku-suku besar lain yang telah mendiami wilayah ini secara turun temurun,
seperti suku Jawa, Bugis, Batak, dan Kei.
Keberadaan
berbagai suku di Merauke tidak lepas dari program transmigrasi yang telah
digalakkan pemerintah pada masa orde baru. Program ini dimulai pada tahun
1980an dengan mengirim orang-orang dari Jawa khususnya Jawa Timur yang kemudian
diberi fasilitas rumah, tanah dah bantuan-bantuan lain agar mereka betah di
tempat yang baru.
|
Lingkaran Brawijaya di Pusat Kota Merauke |
Kemudian
program ini terus berlanjut sampai beberapa tahap. Inilah kemudian yang menjadi
cikal bakal lahirnya orang-orang Jamer (
Jawa Merauke yang kemudian berbaur dan memulai kehidupan mereka di wilayah ini.
Selain
keberadaan berbagai suku pendatang yang kemudian menjadi roda penggerak di
Merauke, keberagaman lain yang juga terlihat secara nyata yaitu keberagaman
agama, ada Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha. Namun keberagaman ini tidak
menjadi masalah, karena kehidupan beragama di Merauke begitu harmonis. Terdapat
rasa toleransi yang tinggi yang ditunjukkan oleh para pemeluk agama yang
berbeda, khususnya ketika masing-masing mereka sedang merayakan hari-hari
besar.
|
Masjid terbesar di Papua ada di Merauke |
Selain
keberagaman masyarakatnya, ada banyak hal menarik yang akan kita temukan ketika
menjelajahi kabupaten ini, seperti;
·
Musamus ( rumah rayap)
|
Musamus |
Pada awal
menginjakkan kaki di sini, saya agak heran melihat banyak sekali
gundukan-gundukan tanah yang berbentuk corong terbalik di sepanjang jalan yang
saya lewati menuju tempat tugas. Dari cerita yang saya dapatkan, itu adalah
sarang rayap yang oleh masyarakat disebut dengan Musamus. Musamus ini tingginya
bermacam-macam, dari yang hanya beberapa centi
sampai yang melampaui tubuh manusia. Uniknya, Musamus ini hanya bisa ditemukan
di dua tempat di dunia, yaitu di daratan Afrika dan Merauke. Sungguh kekayaan
alam yang luar biasa bukan?
|
Salah satu Musamus terbesar |
‘Kota Rusa’ merupakan julukan yang umum
digunakan dan merujuk pada kota Merauke. Tak salah memang karena populasi hewan
ini cukup tinggi di sini dan bahkan menjadi salah satu bahan makanan yang
diperjualbelikan secara bebas di pasar-pasar. Jika Anda berkunjung ke Merauke
akan Anda temukan banyak warung makan yang menawarkan hidangan dari daging
rusa, salah satu yang mudah ditemui adalah sate rusa.
- Titik 0 km, perbatasan Indonesia- Papua Nugini
Sebagai ujung
tombak Indonesia di bagian timur menjadikan ada banyak sekali tempat-tempat
bersejarah yang bisa ditemukan di
Merauke. Namun yang menjadi primadona adalah Titik 0 Km, Perbatasan Republik
Indonesia dan Papua Nugini. Tempat ini lokasinya berada di distrik Sota yang
dapat ditempuh dengan jalan darat sekitar 2 jam perjalanan dari pusat kota
Merauke.
|
Bersama Satgas penjaga perbatasan RI-PNG |
Lokasi ini
menjadi salah pangkalan militer TNI AD yang bertugas menjaga perbatasan. Ketika mengunjungi wilayah ini, Kita akan
disambut dengan sebuah gapura yang bertuliskan,” Welcome to Republic Indonesia-
Izakod Bekai, Izakod Kai”. Izakod bekai, izakod kai adalah slogan kabupaten
Merauke yang diambil dari bahasa Marind ( suku asli) yang artinya, satu hati,
satu tujuan. Dan banyak slogan-slogan pembakar semangat lainnya yang juga
didirikan oleh para bapak-bapak TNI kita yang senantiasa luar biasa menjaga
perbatasan.
|
Salah satu tugu pembakar semangat Keindonesiaan |
Selain itu, jika
Anda #BeraniTraveling di tempat ini, Anda juga bisa mendapatkan oleh-oleh khas
Merauke seperti Noken (tas khas
Papua) yang terbuat dari anyaman kulit atau akar pohon dalam berbagai bentuk
dan ukuran yang bisa Anda dapatkan mulai dari Rp.100.000,-. Ada juga sarang semut yang dipercaya sebagai
salah satu herbal yang memiliki berbagai khasiat untuk kesehatan dan berbagai
macam buah tangan lain khas daerah ini.
Hal yang unik
lainnya adalah setiap hari kemerdekaan Indonesia diperingati, maka warga negara
Papua Nugini yang berdiam di sekitar perbatasan akan berbondong-bondong
memasuki wilayah Indonesia dengan pengawalan ketat para tentara mereka dan akan
berbaur bersama warga lokal untuk mengikuti berbagai perlombaan yang diadakan.
Sungguh Meriah!
|
Lomba 17an yang meriah |
Di samping itu, pernah menetap di Merauke berarti kita akan bersentuhan
dengan kebudayaan dan kebiasaan mereka.
Budaya yang masih kental dipertahankan oleh para tetua adat Marind. Budaya Sir,
atau memainkan Tifa di pesta
pernikahan adat misalnya, atau pesta adat bunuh
babi yang pernah dilakukan beberapa waktu yang lalu sebagai pesta adat 2
tahunan di kampung-kampung lokal.
|
Minum Wati pada salah satu upacara adat |
Dan salah satu tradisi yang juga
sangat mendarah daging di sini atau bahkan hampir di seluruh daratan Papua
yaitu tradisi makan pinang. Mengunyah pinang yang telah dicampur dengan beberapa
bahan pelengkap seperti sirih, gambir, kapur dan tembakau adalah hal yang biasa
terlihat di setiap sudut kampung. Dari yang tua sampai kanak-kanak sudah lekat
dengan mengunyah pinang. Pinang menjadi primadona yang dibutuhkan hampir setiap
waktu.
Setelah beberapa lama menetap di sini saya sudah mulai
pelan-pelan mengenal kehidupan di sini. Pola kehidupan masyarakat yang jauh
berbeda, budaya dan tatanan sosial yang juga berbeda. Dan yang paling penting,
belajar menjadi minoritas. Ketika selama ini kita menjadi mayoritas, dengan
pergi ke tempat yang berbeda dan menjadi minoritas, bisakah kita menurunkan
ego, merendahkan hati dan berbaur di tengah segala perbedaan yang ada.
Pernah tinggal dan mendiami Merauke walaupun hanya
beberapa saat membuat saya bangga menjadi bagian dari negeri ini. Bagi saya dan
sebagian besar penduduk di sana, kota ini adalah sebuah cerminan dari Indonesia
dalam skala yang berbeda.
Jadi jangan ragu untuk
#BeraniTraveling menjelajahi luasnya pesona di pelosok negeri kita tercinta. Karena
sungguh surga itu betul-betul ada di Indonesia.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan Tinggalkan Jejak Anda