Perempuan Menawan di Tengah Padang Savana


Perempuan tidak selalu identik dengan kelemahlembutan mungkin itulah yang dirasakan oleh ibu guru Eko Yuli Suryatiningsih. Ibu Eko adalah seorang guru yang saya kenal ketika mendapatkan tugas sebagai salah satu pengajar muda yang dikirim untuk menjadi guru bantu selama setahun di pelosok Indonesia, tepatnya di Kampung Domande, Distrik Malind , Kabupaten Merauke, Papua.


Sebelum saya datang, ibu Eko adalah satu-satunya guru tetap perempuan yang telah mengabdi selama beberapa tahun terakhir di sekolah itu. Ibu Eko sering mengungkapkan kegembiraannya ketika saya baru saja memulai tugas di sekolah itu karena akhirnya beliau memiliki teman sesama perempuan untuk mengobrol banyak hal, sesuatu yang mungkin segan untuk dilakukan ketika bersama bapak-bapak guru yang lain.

Pada awal kedatangan saya, saya tidak bisa bertemu langsung dengan ibu Eko. Karena beberapa hari sebelumnya beliau mengalami kecelakaan motor ketika dalam perjalanan pulang.  Karena setiap harinya beliau mengendarai sebuah motor Honda CBR 125 yang agak manly untuk seorang guru perempuan sepertinyaSehingga saya baru bisa bertemu beliau seminggu setelahnya.

Dari kacamata saya, ibu Eko adalah seorang ibu sekaligus guru yang luar biasa bagaimana tidak. Setiap hari dalam sepekan, ibu Eko pergi ke sekolah yang jaraknya sekitar 60 km dari rumah. Perjalanan itu mungkin mudah saja kedengarannya, namun ini sungguh berbeda. Karena beliau harus melewati jalan tanah yang seringkali berubah menjadi lumpur pekat ketika hujan dan membelah padang savana di salah satu pelosok bumi Cendrawasih yang belum berpenghuni.

Pernah beberapa kali saya ikut melakukan perjalanan dengan beliau dan sungguh saya merasa kepayahan. Dan beberapa kali pula kami mengalami masalah ketika di perjalanan, seperti ban bocor dan sebagainya. Dan kami harus menunggu berjam-jam sampai ada warga di kampung lokal yang melintas.

Namun dengan berbagai tantangan yang dihadapinya, ibu Eko tidak gentar. Beliau terus melaksanakan kewajibannya untuk memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anak kampung lokal di Domande.

Saya pernah bertanya, apakah tidak ada keinginan beliau untuk pindah ke sekolah yang lebih dekat dari rumah dan jawaban beliau adalah, ‘ mungkin saya akan pindah ketika saya sudah mendekati masa-masa pensiun bu, tapi untuk sekarang saya merasa saya masih sangat dibutuhkan di sini dan saya masih cukup kuat untuk melakukan perjalanan ke sekolah setiap harinya’. Sebuah jawaban yang sampai hari ini mampu membuat saya percaya bahwa Indonesia akan bisa menjadi lebih baik ketika masih memilki orang-orang yang betul-betul peduli pada kemajuan dan pendidikan anak-anak di pelosok.

Menyiapkan makanan tambahan untuk para siswa

Bahkan dari cerita-cerita beliau, saya mengetahui bahwa sebelum mengabdi di sekolah ini, Ibu Eko pernah mengajar di tempat yang lebih jauh yaitu sekitar 300 km pulang pergi dengan berkendara motor dari rumahnya yang harus dia tempuh setiap hari kerja, pergi setelah subuh dan sampai ke rumah setelah hampir Isya dan beliau sambil tersenyum bercerita masih sempat melakukan perjalanan itu ketika mengandung anak keduanya yang pada saat itu berusia sekitar 7 bulan. Sungguh nekat kataku dalam hati.

Satu hal yang membuatku takjub adalah ibu Eko dengan perjalanan ke sekolah yang begitu panjang dan juga berbagai beban yang diamanahkan kepadanya sebagai wali kelas, pengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia serta selaku bendahara sekolah, beliau tetap mampu melaksanakan tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu rumah tangga yang sigap untuk suami dan putri-putrinya. Tak jarang beliau tidak memiliki waktu istrahat sepulang sekolah karena langsung bergelut di dapur dan memasak serta melaksanakan tugas rumah yang lain. 
Ah ibu, sungguh energi apakah yang Engkau miliki?

Sebagai guru muda saya merasa ‘iri’ dengan beliau. Iri karena kemampuannya mengatur segala sesuatunya dengan baik, tanggung jawab karir dan keluarga yang luar biasa padatnya namun mampu dijalani dengan baik. Saya ‘iri’ dengan semangat yang tidak pernah pudar untuk memberikan pendidikan yang maksimal bagi anak didiknya serta buah hatinya di rumah.

Bagi sebagian orang, mungkin ibu Eko tidak jauh berbeda dengan ibu-ibu yang lain. Namun bagi saya, beliau adalah seorang juara di sekolah kami dan di dalam keluarganya. Ibu Eko mampu menjalankan amanahnya dengan baik. Mampu membagi waktu dan energi positif yang dimiliki kepada orang-orang di sekitarnya, termasuk saya.

Terima kasih telah menginspirasi bu. Saya selalu tertawa ketika dalam perjalanan pulang, di tengah gerimis hujan, ibu Eko selalu berkelakar dalam dialek Jawa-Merauke yang khas, “ kitong tidak akan pernah cantik sampai ke sekolah bu, baru juga jalan beberapa meter, angin dan hujan su datang hapus kitong pu bedak”. 

Ibu, sungguh bagaimanapun ibu tetap selalu cantik. Keikhlasan dan energi positif yang ibu miliki membuatmu tetap akan selalu menawan.











*Tulisan ini dibuat dalam rangka mengikuti lomba penulisan blog dengan tema, " Perempuan Juara di Tempat Kerja", yang dapat diakses melalui tautan : 










Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Mengurus SKCK di Luar Domisili KTP

Climate Change

Indonesia Mini itu Bernama Merauke