Sebuah tempat yang kusebut " Rumah "


Sebuah bangunan sederhana berdiri tegak di hadapanku. Sebuah bangunan yang agak terlihat kusam namun tak kehilangan kegagahannya. Bangunan ini memang telah lama dihuni oleh keluarga kami. Warna cokelat yang nampak begitu mendominasi tampak begitu kontras dengan tanaman-tanaman liarserta rumput berwarna hijau yang tumbuh disepanjang pekarangan. Berjalan beberapa langkah memasuki pekarangan, mata kita akan dimanjakan oleh beberapa pot berisi bunga, ada kamboja yang berwarna merah jambu, ada ada bunga lain yang tak kutahu apa namanya serta beberapa tanaman obat yang memang sengaja ditanam oleh sang empunya rumah. Namun sekarang bunga-bunga itu tak lagi secantik dulu. Banyak yang telah layu dan mati karena kurang terawat.

Memang ibu kami adalah seorang wanita yang suka tanaman meskipun  ia tak cekatan seperti bapak yang telah menghabiskan hampir separuh umurnya untuk berkebun. Dan karena ibu tak terbiasa ke kebun jadilah ia menyulap sebagian teras kami untuk tempatnya menanam bunga dalam pot. Setiap sore beliau akan menyirami sendiri tanaman kesayangannya itu, namun apabila beliau terlalu sibuk maka ia akan meminta adikku untuk menyiraminya agar tak layu.

Sedikit masuk ke dalam rumah, kita akan langsung memasuki sebuah ruangan berwarna hijau dengan sebuah sofa cokelat yang sebagian telah koyak. Tempat kami menerima kunjungan dari keluarga lain, atau bahkan tempat kami bertatap muka dengan orang asing yang pada akhirnya akan menjadi teman kami, meskipun tidak semuanya.

Sedikit masuk agak kedalam akan terlihat sebuah ruangan yang normalnya akan disebut “ ruang keluarga”, namun di rumah kami, sepertinya ruangan itu tidak berfungsi sebagaimana mestnya, Walaupun kadang-kadang kami akan berkumpul disana sesekali. Agak kedalam lagi akan kita jumpai sebuah dapur di mana sang ibu rumah tangga berperan penting dalam keluarga kami, ya menyiapkan makanan untuk anggota keluarga yang lain. Itulah gambaran sederhana tentang sebuah tempat yang kusebut “ Rumah “. 

Dulu rumah ini tampak begitu sesak dengan banyaknya anggota keluarga yang ada di dalamnya. Namun sekarang rumah ini sebaliknya, Dengan hanya dihuni oleh tiga orang, yaitu bapak, ibu dan adikku, semuanya terasa begitu sunyi. Seperti yang kalian tahu aku dan kedua adikku tinggal ditempat yang terpisah dengan kedua orang tua kami. Jadilah rumah itu semakin hari semakin sunyi saja, namun keadaan akan sangat berubah ketika kami semua berkumpul di rumah ini. Seperti pada saat bulan Ramadhan rumah akan kembali ramai oleh kegaduhan kami.

Sebuah tempat yang kusebut “ rumah “ adalah sebuah tempat dimana aku bisa menemukan orang-orang yang bisa menerima aku apa adanya. Sebuah tempat dimana aku bisa menjadi diri sendiri tanpa berusaha menjadi orang lain. Sebuah tempat dimana ada orang-orang yang senantiasa mengasihi dan menyayangiku. Sebuah tempat dimana aku bisa berkeluh kesah dengan semua perasaan yang kumiliki. 

Sebuah tempat yang kusebut “ rumah”, mungkin tak akan seindah tayangan sinetron yang sering kalian nikmati,dan mungkin tak akan seindah dongeng-dongeng yang sering diperdengarkan pada saat kalian beranjak tidur. Namun rumah yang aku punya adalah sebuah rumah di mana aku bisa belajar banyak hal. Sebuah tempat yang kusebut “ rumah” adalah sebuah tempat belajar. Tempat buat kita para penghuninya belajar kehidupan untuk pertama kalinya. Sebuah tempat bernama “rumah” adalah lebih dari “ rumah “ itu sendiri. Karena di sanalah kita akan datang dan disanalah pula kita akan kembali ke sebuah “ rumah” yang jauh lebih abadi.


note: tulisan lama yang dipublish ulang



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Mengurus SKCK di Luar Domisili KTP

Ketika Wanita Tercinta Memulai #AyoHijrah bersama Bank Muamalat Indonesia

Perempuan Menawan di Tengah Padang Savana